PK KAMMI Untirta menolak tegas rencana pembabatan hutan seluas 36 ribu hektar yang akan dilakukan oleh PT Indo Asiana Lestari atau PT IAL (07/06/2024). 

Apabila proyek tersebut terlaksana, hutan adat yang merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat adat marga Moro dan suku Awyu akan hilang dan kehidupan mereka juga terancam. Sedangkan tanah adat diakui dalam undang-undang, tetapi memang untuk sampai kini perampasan terhadap tanah adat masih terus bergulir bahkan meningkat kuantitasnya, sebagaimana perampasan tanah adat masih marak, 301 kasus mayoritas di Sulawesi dan Kalimantan (detik.com). Padahal jika ditelaah dengan seksama undang-undang dasar mengakui eksistensi tanah adat, hanya saja tidak dirinci secara spesifik dalam ketentuan turunannya. 

Hilangnya rimba Papua seluas 36 ribu hektar ini akan menghasilkan emisi karbondioksida (CO2) 25 juta ton. Jumlah ini berarti menyumbang lima persen emisi karbon tahun 2030 dan berdampak di Papua bahkan seluruh dunia.

Atas permasalahan tersebut, PK KAMMI Untirta membuat sebuah pernyataan sikap. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua PK KAMMI Untirta, Dede Hilman (07/06/2024).

“Penegasan ini sebagai bentuk perlawanan kami agar MA tidak memberikan perizinan pada PT IAL untuk menghabiskan hutan di papua yang kemudian akan menggantikannya dengan menanam pohon sawit. Saya harap MA dalam mengambil keputusannya harus teliti dan melihat bagaimana dampak yang akan ditimbulkan ke depannya, karena dengan adanya perizinan pembabatan hutan tersebut akan sangat mempengaruhi terhadap kondisi ekosistem dan cuaca di seluruh dunia.”

Referensi: 

Detik.com 

Kompas.com

ppid.jayapura.go.id

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama